Pupuh durma dina sapadana diwangun ku, merupakan soal materi Bahasa Sunda kelas IX. Untuk dapat memahaminya, pelajar perlu mengerti apa arti pertanyaan tersebut.
Adapun topik yang dibahas pada pertanyaan adalah pupuh durma, lalu bagaimana aturan yang diberlakukan. Untuk penjelasannya akan dibahas lengkap di sini:
Pertanyaan:
Pupuh durma dina sapadana diwangun ku?
a. 5 padalisan
b. 6 padalisan
c. 7 padalisan
d. 8 padalisan
e. 9 padalisan
Jawaban:
Jawabannya yaitu C. 7 padalisan. Yang dimaksud dengan padalisan artinya baris (larik). Sehingga jika diartikan sesuai bahasa Sunda, pupuh durma terdiri dari tujuh baris.
Dengan pernyataan tersebut, pilihan A. 5 padalisan adalah salah. Sebab, adapun jenis pupuh yang memiliki lima baris saja misalnya jurudemung serta gambuh.
Untuk pilihan B. 6 padalisan tentunya juga tidak benar. Adapun jenis pupuh yang memiliki enam baris pada sastra Sunda yaitu kinanti dan mijil.
Terakhir, pada pilihan D. 8 padalisan untuk pembahasan tersebut juga tidak benar. Satu-satunya jenis puisi yang memiliki delapan baris pada sastra Sunda yaitu gurisa.
Pembahasan Mengenai Aturan Padalisan
Agar murid memahami tentang aturan baris di puisi Sunda tersebut, ada baiknya juga ringkasan mengenai pupuh durma diketahui. Setelah itu, baru aturan padalisan.
Pupuh durma merupakan satu dari seluruh varian pupuh di sastra Sunda yang ada. Pada setiap jenisnya, puisi ini memanfaatkan tema dan watak yang berbeda-beda.
Dari tujuh belas pupuh tersebut, puisi dibedakan jadi dua grup, yaitu Sekar Agung dan Sekar Alit. Pupuh yang dibahas kali ini adalah satu dari keempat varian grup Sekar Alit.
Layaknya seperti pupuh Sunda lainnya, puisi mengikuti aturan tiap baitnya (sapada). Ketiga aturan tersebut adalah padalisan, guru wilangan lalu diakhiri dengan guru lagu.
1. Padalisan
Untuk pertama ada padalisan, yakni aturan baris (larik) sebuah bait. Aturan ini sudah ditentukan untuk setiap jenis pupuh tak terkecuali darma, sesuai dengan soal di atas.
Adapun penentuan aturan baris pada pupuh durma ialah tujuh baris. Jadi, sudah jelas pupuh durma dina sapadana diwangun ku di atas jawabannya tujuh padalisan.
Jika dibandingkan, aturan pada puisi khas Sunda ini persis seperti guru gatra. Pada bahasa Jawa, arti guru gatra memiliki arti serupa, yaitu baris (larik).
Lantas, bagaimana cara mengetahui jumlah padalisan pada pupuh ini? Caranya, murid hanya tinggal melihat berapa banyak kalimat pada puisi yang diucapkan atau dinyanyikan.
2. Guru Wilangan
Pada setiap padalisan di pupuh durma, juga memiliki aturan tersendiri yang disebut guru wilangan. Singkatnya, aturan ini menentukan jumlah suku kata per baris puisi.
Adapun nominal wilangan untuk setiap baris puisi durma ialah 12 – 7 – 6 – 7 – 8 – 5 – 7. Bingung cara membacanya? Silahkan cermati penggalan baris dari puisi durma ini:
- Dі mаmаnа реnjаjаh pada marudah
- Contoh yang disebutkan ialah baris awal pada puisi sastra Sunda tersebut. Bila diperhitungkan, kalimat itu memiliki dua belas suku kata, mulai pada “di” sampai “dah”.
- Kemudian sesuai pola wilangan di atas, maka baris kedua tentu memiliki tujuh suku kata. Begitu seterusnya sampai yang terakhir, hingga jumlahnya pas tujuh padalisan.
3. Guru Lagu
Selain padalisan dan guru wilangan, dalam puisi ini juga memberlakukan aturan guru lagu. Ini akan menentukan pelafalan akhiran huruf vokal pada setiap baris yang diucap.
Pada puisi khas ini, adapun aturan huruf vokalnya yaitu a – i – a – a – i – a – i. Jadi dimulai dari baris pertama, kata terakhir harus diakhiri dengan huruf vokal a tersebut.
Lalu, bagaimana dengan kata bahasa Sunda yang diakhiri dengan konsonan seperti “marudah”? Walau akhirannya huruf h, yang diperhatikan tetap huruf a pada kata tersebut.
Dengan mengetahui padalisan ini, pelajar akan dapat membedakan pelbagai macam pupuh, termasuk durma. Jangan lupa juga untuk mengetahui wilangan dan lagunya.
Begitulah pembahasan pertanyaan pupuh durma dina sapadana diwangun ku. Pertanyaan ini akan dibahas pada Bahasa Sunda kelas IX, yaitu mengenai Geguritan.